Selasa, 24 Agustus 2010

Artikel Pendidikan

MEMBANGUN GENERASI PEMECAH MASALAH YANG HANDAL
Oleh: Bambang Sarbani, S.Pd, M.PMat.1)

”Peserta didik adalah pemecah dan pembuat masalah, mereka tidak hanya mencoba menyelesaikan masalah yang diterimanya, tetapi juga mencari dan menciptakan tantangan baru, dan menyadari bahwa memecahkan masalah adalah kebutuhan hidupnya”.
Manusia dalam menjalani kehidupannya tak lepas dari apa yang dinamakan masalah. Dari masalah sederhana yang rutin dihadapi, sampai masalah baru yang bersifat kompleks, dan masalah yang tidak lazim yang kemunculannya mungkin tak terduga. Masalah bisa datang atau dibuat dari individu seseorang, keluarga, komunitas, sampai masalah berskala besar yaitu masalah bangsa dan negara bahkan masalah dunia yang bersifat global.
Banyak pendekatan pembelajaran di dunia pendidikan yang digunakan oleh guru dan pendidik pada umumnya, dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Salah satunya adalah pendekatan pemecahan masalah. Fakta sejarah tidak bisa dipungkiri bahwa lahirnya pembelajaran dengan pendekatan masalah secara formal diawali dari bidang studi matematika. Buku ”How to Solve It” karya George Polya (1887-1985) matematikawan kelahiran Hongaria menuangkan ide cemerlang tentang metode sistematis dalam menemukan solusi atas problem-problem yang dihadapi, dan memungkinkan seseorang menemukan pemecahannya sendiri. Beliau dikenal sebagai ”bapak problem solving”. Secara garis besar terdapat 4 (empat) fase penyelesaian masalah menurut Polya, yaitu: 1) memahami masalah, 2) merencanakan penyelesaian, 3) menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan 4) melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Walaupun Polya berfokus pada teknik pemecahan masalah dalam bidang studi matematika, namun prinsip-prinsip yang dikemukakan dapat digunakan pada bidang studi lain dan masalah-masalah umum yang menyentuh kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan harapan pemerintah yang tertuang sangat jelas di dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (SKL-SP). Di dalam SKL-SP SD/MI/SDLB/Paket A disebutkan pada butir nomor 8, yaitu menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam SKL-SP SMP/MTs/SMPLB/Paket B disebutkan pada butir nomor 9, yaitu menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dan di dalam SKL-SP SMA/MA/SMALB/Paket C serta SMK/MAK disebutkan pada butir nomor 10, yaitu menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks.
Peserta didik adalah aset bangsa. Guru adalah motivator, fasilitator dan sekaligus director of learning yang bertugas menyiapkan peserta didik menjadi generasi yang berkualitas. Dengan kepiawaian, minat dan antusias yang tinggi dalam mengajar, seorang guru dapat menciptakan budaya atau pembiasaan pada peserta didik agar memiliki kepekaan terhadap suatu masalah dan secara spontan untuk menyelesaikan atau memecahkannya. Selanjutnya menuai harapan, peserta didik menyadari bahwa memecahkan masalah adalah bagian dari kebutuhan hidupnya. Kondisi tersebut dapat terbangun apabila guru membiasakan diri secara bersunguh-sungguh menggunakan pendekatan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran. Hal tersebut cukup beralasan, karena pada dasarnya pemecahan masalah merupakan tempat bertemunya semua ragam kompetensi dalam proses pembelajaran. Inilah keunggulan pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah. Beberapa strategi pemecahan masalah antara lain direkomendasikan oleh Ohio Dept of Educaton (1980), Musser dan Burger (1994) dan Wheeler (dalam Hudoyo,2001). Pada dasarnya sama, ketiga-tiganya menyajikan teknik atau cara memecahkan masalah, yang penggunaannya tergantung dari kompleksitas masalah yang dihadapi.
Akhirnya harapan besar terbentang di depan mata, yaitu terwujudnya sebuah generasi problem solver yang memiliki kecerdasan memecahkan masalah pada bidangnya masing-masing, dan handal dalam menuntaskan persoalan-persoalan yang hari demi hari kian kompleks. Tentunya untuk kesejahteraan bangsa, kemaslahatan umat, dan perdamaian dunia.

1)Penulis adalah guru bidang studi Matematika MAN Purworejo.
Catatan: Telah dimuat di majalah bulanan Kiprah Volume 19 tanggal 7 Juli 2010.

Selasa, 21 Oktober 2008

STANDAR PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Pembelajaran Matematika yang dirumuskan oleh National Council of Teachers of Matematics atau NCTM (2000) menggariskan, bahwa siswa harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Ada lima standar proses dalam pembelajaran matematika, yaitu: pertama, belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving); kedua, belajar untuk bernalar dan bukti (mathematical reasoning and proof); ketiga, belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication); keempat, belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections); dan kelima, belajar untuk mempresentasikan (mathematics representation). Pada tugas yang ke-4 ini akan ditelaah kelima standar proses yang telah disebutkan di atas satu per satu, yaitu sebagai berikut :
I. Pemecahan masalah matematika (mathematical problem solving)
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak terlepas dari sesuatu yang namanya masalah, sehingga pemecahan masalah merupakan fokus utama dalam pembelajaran matematika. Sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon siswa. Tidak semua pertanyaan merupakan suatu masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh prosedur rutin yang sudah diketahui oleh siswa. Apabila kita menerapkan pengetahuan matematika, keterampilan atau pengalaman untuk memecahkan suatu dilemma atau situasi yang baru atau yang membingungkan, maka kita sedang memecahkan masalah. Untuk menjadi seorang pemecah masalah yang baik, siswa membutuhkan banyak kesempatan untuk menciptakan dan memecahkan masalah dalam bidang matematika dan dalam konteks kehidupan nyata. Aktivitas-aktivitas yang tercakup dalam kegiatan pemecahan masalah, meliputi: mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanyakan, serta kecukupan unsur yang diperlukan, merumuskan masalah situasi sehari-hari dan metematik; menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau luar matematika; menjelaskan/ menginterpretasikan hasil sesuai masalah asal; menyusun model matematika dan menyelesaikannya untuk masalah nyata dan menggunakan matematika secara bermakna. Strategi untuk memecahkan suatu masalah matematika bergantung pada masalah yang akan dipecahkan. Strategi pemecahan masalah yang bersifat umum, untuk memecahkan suatu masalah ada empat langkah yang dapat dilakukan, yakni:
a. Memahami masalah, kegiatan dapat yang dilakukan pada langkah ini adalah: apa (data) yang diketahui, apa yang tidak diketahui (ditanyakan), apakah informasi cukup, kondisi (syarat) apa yang harus dipenuhi, menyatakan kembali masalah asli dalam bentuk yang lebih operasional (dapat dipecahkan).
b. Merencanakan pemecahannya, kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah: mencoba mencari atau mengingat masalah yang pernah diselesaikan yang memiliki kemiripan dengan masalah yang akan dipecahkan, mencari pola atau aturan, menyusun prosedur penyelesaian (membuat konjektur).
c. Menyelesaikan masalah sesuai rencana, kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah: menjalankan prosedur yang telah dibuat pada langkah sebelumnya untuk mendapatkan penyelesaian.
d. Memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian, kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah: menganalisis dan mengevaluasi apakah prosedur yang diterapkan dan hasil yang diperoleh benar, apakah ada prosedur lain yang lebih efektif, apakah prosedur yang dibuat dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sejenis, atau apakah prosedur dapat dibuat generalisasinya. Dengan demikian inti dari belajar memecahkan masalah, supaya siswa terbiasa mengerjakan soal-soal yang tidak hanya mengandalkan ingatan yang baik saja, tetapi siswa diharapkan dapat mengaitkan dengan situasi nyata yang pernah dialaminya atau yang pernah dipikirkannya. Kemudian siswa bereksplorasi dengan benda kongkrit, lalu siswa akan mempelajari ide-ide matematika secara informal, selanjutnya belajar matematika secara formal.
II. Penalaran dan pembuktian matematika (mathematical reasoning and proof )
Yang dimaksudkan siswa memiliki kemampuan memberi alasan yang masuk akal, belajar untuk bernalar dan pembuktian adalah siswa mampu menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang dilakukan dengan cara untuk menarik kesimpulan. Kesimpulan yang bersifat umum dapat ditarik dari kasus-kasus yang bersifat individual disebut penalaran induktif. Tetapi dapat pula sebaliknya, dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual, penalaran seperti itu disebut penalaran deduktif. Penalaran matematis penting untuk mengetahui dan mengerjakan matematika. Kemampuan untuk bernalar menjadikan siswa dapat memecahkan masalah dalam kehidupannya, di dalam dan di luar sekolah. Kapanpun kita menggunakan penalaran untuk memvalidasi pemikiran kita, maka kita meningkatkan rasa percaya diri dengan matematika dan berpikir secara matematik. Adapun aktivitas yang tercakup di dalam kegiatan penalaran matematik meliputi: menarik kesimpulan logis; menggunakan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan; memperkirakan jawaban dan proses solusi; menggunakan pola dan hubungan; untuk menganalisis situasi matematik, menarik analogi dan generalisasi; menyusun dan menguji konjektur; memberikan lawan contoh (counter example); mengikuti aturan inferensi; memeriksa validitas argument; menyusun argument yang valid; menyusun pembuktian langsung, tak langsung dan menggunakan induksi matematik.
Secara rinci pembelajaran ini bertujuan untuk memberdayakan anak sampai pada tingkat:
1. Mengenali dan meyakini bahwa memberikan alasan yang masuk akal (bernalar) dan bentuk pembuktian adalah aspek yang mendasar di dalam belajar matematika.
2. Membuat dan memeriksa kembali perkiraan matematika yang telah diduga sebelumnya.
3. Mengembangkan dan mengevaluasi pernyataan matematika dan pembuktiannya.
4. memilih dan menggunakan berbagai macam bentuk penalaran dan metode pembuktian.
Bernalar secara sistematis adalah keistimewan yang pasti ada pada matematika.
Menyelidiki , mencari kebenaran, dan menggunakan perkiraan matematika pada umumnya semua terdapat pada esensi lingkup matematika, dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda pada semua jenjang. Melalui penggunaan penalaran, siswa-siswa belajar dengan matematika untuk mendapatkan pengertian. Penalaran dan mencari bukti harus konsisten dan terbentuk dari pengalaman matematika siswa terebut sejak usia 12 tahun.
Penalaran secara matematik dijadikan suatu kebiasaan yang muncul dari ide pikirannya, dan kebiasaan-kebiasaan itu harus dikembangkan secara kosisten dalam banyak hal di jenjang kelas awal. Pada semua tingkat para siswa memberi alasan secara induktif dari pola-pola dan kasus-kasus khusus. Sebagai contoh untuk membuktikan secara informal dengan kontradiksi,yaitu membuktikan bahwa 0 adalah bilangan genap adalah : ”Jika 0 bilangan ganjil maka 0 dan 1 akan menjadi dua buah bilangan ganjil dalam sebuah barisan. Tetapi ganjil genap adalah selang-seling. Maka 0 haruslah genap.
Di sekolah dasar anak harus belajar membuat pernyataan deduktif efektif yang
baik. Menggunakan kebenaran matematika yang mereka tetapkan di kelas. Pada kelas akhir sekolah menengah para siswa dapat memahami dan meperoleh beberapa bukti matematika, menyimpulkan dari hipotesis-hipotesis secara logis dan deduktif dan bisa menilai isi dari suatu argumen-agumen.
Di jejang kelas sekolah menengah lebih lanjut akan belajar berbagai metode pembuktian, antara lain :
1. Pembuktian langsung.
2. Pembuktian dengan cara kontradiksi.
3. Pembuktian dengan cara kontraposisi.
4. Pembuktian dengan cara induksi matematika.
Dengan pembiasaan bernalar siswa dapat pula memutuskan metode pembuktian apa yang harus digunakan untuk menghadapi permasalahan pembuktian matematika dan mampu berpikir logis dalam mengatasi permasalahan kehidupan sehari-hari.
III. Komunikasi matematis (mathematical communication)
Komunikasi matematika merefleksikan pemahaman matematik dan merupakan bagian dari kekuatan matematika. Siswa-siswa mempelajari matematika seakan-akan mereka berbicara dan menulis tentang apa yang mereka sedang kerjakan. Mereka dilibatkan secara aktif dalam mengerjakan matematika, ketika mereka diminta untuk memikirkan ide-ide mereka, atau berbicara dengan dan mendengarkan siswa lain, dalam berbagi ide, strategi dan solusi. Menulis mengenai matematika mendorong siswa untuk merefleksikan pekerjaan mereka dan mengklarifikasi ide-ide untuk mereka sendiri. Membaca apa yang siswa tulis adalah cara yang istimewa untuk para guru dalam mengidentifikasi pengertian dan miskonsepsi dari siswa.
Indikator komunikasi matematis menurut NCTM (1989), dapat dilihat dari:
(1).Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual;
(2).Kemampuan memahami, mengiterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya;
(3). Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyejikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.
Komunikasi matematis meliputi kemampuan siswa:
(1) menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam idea matematika;
(2) menjelaskan idea, situasi dan relasi matematik secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar;
(3) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbul matematika;
(4) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika;
(5) membaca dengan pemahaman atau presentasi matematika tertulis;
(6) membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan definisi dan generalisasi;
(7) menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.
IV. Koneksi matematika (mathematical connections)
Koneksi matematis merupakan pengaitan matematika dengan pelajaran lain, atau dengan topik lain. Koneksi matematik (Mathematical Connections) merupakan kegiatan yang meliputi:
1. mencari hubungan antara berbagai representasi konsep dan prosedur;
2. memahami hubungan antar topik matematik;
3. menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari;
4. memahami representasi ekuivalen konsep yang sama;
5. mencari koneksi satu prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen;
6. menggunakan koneksi antar topik matematika, dan antar topik matematika dengan topik lain.
Pembelajaran matematika kini telah berpindah dari pandangan mekanistik kepada pemecahan masalah, meningkatkan pemahaman, dan kemampuan berkomunikasi secara matematika dengan orang lain. Jika pada pengajaran matematika di masa lalu siswa diharapkan bekerja secara mandiri dan dapat menguasai algoritma matematika melalui latihan secara intensif. Selanjutnya kurikulum yang sekarang, matematika didesain dan dikembangkan untuk mengembangkan daya matematis siswa, melalui inovasi dan implementasi berbagai pendekatan dan metode. Hal tersebut digunakan untuk membangun kepercayaan diri atas kemampuan matematika mereka melalui proses
(1) Memecahkan masalah;
(2) Memberikanalasan induktif maupun deduktif untuk membuat, mempertahankan, dan mengevaluasi argumen secara matematis;
(3) Berkomunikasi, menyampaikan ide/gagasan secara matematis;
(4) Mengapresiasi matematika karena keterkaitannyadengan disiplin ilmu lain, aplikasinya pada dunia nyata.
V. Menyajikan matematika (mathematics representation)
Kemampuan manyajikan matematika (mathematics representation) merupakan standar proses yang kelima yang harus dimiliki peserta didik setelah memiliki kemampuan standar proses sebelumnya sebagai penyempurna tujuan pembelajaran matematika. Adapun kemampan menyajikan matematika meliputi antara lain :
1. Menciptakan dan menggunakan representasi untuk menyusun, merekam, dan mengokumikasikan ide matematika.
2. Dapat memilih, menggunakan dan menterjemahkan setiap representasi matematika untuk memecahkan masalah.
3. Menggunakan model penyajian dan menginterpretasikan secara fisik, sosial, dan phenomena matematika.
Penyajiannya tergantung pada pemahaman siswa terhadap konsep matematika dan keterhubungannya. Penyajian yang diikuti siswa untuk mengkomunikasikan pendekatan matematika, argumen, dan pemahaman diri mereka dan yang lain.

Geometry (Geometri), Measurement (Pengukuran), dan Data Analysis and Probability (Data dan Peluang)

Pembelajaran matematika yang dirumuskan oleh National Council of Teachers of Matematics atau NCTM (2000) menggariskan, bahwa siswa harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Dan standar Matematika Sekolah menurut versi NCTM meliputi : Bilangan, Algebra, Geometri, Pengukuran dan Data Peluang.
Pembahasan akan terbagi 3 (tiga), yaitu yang pertama akan dibahas seputar tentang Geometry (Geometri), yang kedua akan dibicarakan tentang Measurement (Pengukuran), dan yang terakhir yaitu ketiga adalah tentang Data Analysis and Probability (Data dan Peluang).
I. Geometry (Geometri)
Geometri adalah ilmu yang membahas tentang hubungan antara titik, garis, sudut, bidang dan bangun-bangun ruang. Ada dua macam geometri yang dipelajari sejak di Sekolah Dasar, yaitu geometri datar dan geometri ruang. Namun demikian konsep dasar geometri datar dan geometri ruang sudah diberikan secara non formal sejak usia dini, baik pada Kelompok Bermain maupun Taman Kanak-Kanak sesuai dengan taraf berfikir mereka.
Bangun-bangun geometri baik pada geometri datar maupun geometri ruang pada dasarnya didapat dari benda-benda konkret dengan melakukan proses abstraksi dan idealisasi. Abstraksi adalah proses memperhatikan dan menentukan sifat, atribut, ataupun karakteristik khusus yang penting saja dengan mengesampingkan hal-hal yang berbeda yang tidak penting. Sebagai contoh, dari benda-benda konkret seperti potongan bambu, potongan hati batang pisang, kaleng minuman ataupun yang lainnya, proses berabstraksi terjadi ketika kita dan juga murid Sekolah Dasar memperhatikan lalu mendapatkan hal-hal yang sama dari tiga macam benda konkret tersebut dengan mengesampingkan hal-hal yang berbeda yang tidak penting. Yang harus diperhatikan waktu itu adalah bentuknya yang sama. Bentuk seperti potongan bambu, potongan hati batang pisang maupun kaleng minuman itulah yang disebut dengan tabung. Bentuk dari potongan bambu, potongan hati batang pisang ataupun kaleng minuman akan berbeda dengan bentuk benda-benda lainnya seperti batu bata ataupun tempat batang korek api, sehingga bentuk bangun ruang yang menyerupai batu bata ataupun tempat batang korek api tersebut tidak dikategorikan sebagai tabung namun diberi nama khusus lain, yaitu balok.
Di samping proses berabstraksi, proses yang sangat penting adalah proses idealisasi. Idealisasi adalah proses menganggap segala sesuatu dari benda-benda konkret itu ideal. Hati batang pisang yang agak melengkung sedikit, dianggap lurus tanpa cela. Batang bambu yang agak tidak rata, harus dianggap rata.
Matematika merupakan kreasi pemikiran manusia yang pada intinya berkait dengan ide-ide, proses- proses, dan penalaran. Sebagaimana dinyatakan di depan, dari proses idealisasi dan abstraksi benda-benda konkret seperti tempat kapur, dadu, maupun benda-benda nyata berdimensi 3 lainnya, manusia mengembangkan pengetahuan yang berkait dengan benda- benda nyata tersebut yang diberi nama khusus yaitu kubus.
Di dalam proses pembelajarannya, siswa Sekolah Dasar yang masih dalam tahap operasi konkret, sangat sulit menangkap sifat atau karakterisitik khusus dari kubus, seperti ia memiliki 6 buah bidang sisi yang berbentuk persegi. Karenanya, pendekatan dan strategi pembelajaran bersandar pada pendapat yang mengatakan bahwa pemahaman suatu konsep atau pengetahuan dibangun sendiri (dikonstruksi) oleh siswa (pembelajar). Ini berarti, suatu rumus, konsep atau prinsip dalam geometri ruang, seyogyanya ditemukan kembali oleh si pembelajar di bawah bimbingan guru (guided reinvention). Pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk menemukan kembali, membuat mereka terbiasa melakukan penyelidikan dan menemukan sesuatu, dan hal ini juga akan sangat bermanfaat pada bidang lainnya maupun dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, pembelajaran geometri ruang harus dimulai dari benda-benda konkret seperti tempat kapur, kerangka kubus, dadu dan benda-benda lainnya ke bentuk-bentuk semi konkret yang berupa gambar kubus sehingga pada akhirnya para siswa tersebut akan dapat memiliki pengetahuan tentang kubus tersebut yang sudah bersifat abstrak yang ada di dalam pikiran tiap-tiap siswa. Hal tersebut dapat diperjelas dengan skema ini.


Benda Konkret Semi Konkret Abstrak


Pembelajaran geometri pada anak usia 12 tahun ke atas diharapkan mereka memiliki kemampuan :
1. menganalisa sifat-sifat yang dimiliki bangun geometri datar dan ruang dan mengembangkannya sebagai pernyataan matematika dalam kaitan hubungan antar bangun-bangun geometri.
2. menentukan dan menggambarkan letak titik atau benda dalam sistem koordinat serta sistem penyajian yang lain.
3. menerapkan transformasi dan menggunakan sifat simetri untuk menganalisa situasi matematika.
4. menyelesaikan atau memecahkan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan geometri dengan menggunakan media yang dapat dilihat, penalaran keruangan dan model geometri.
Geometri dan daya keruangan merupakan komponen yang sangat penting dalam belajar matematika. Ada 4 tahapan berpikir atau tingkat kognitif yang dilalui anak dalam pembelajaran geometri yaitu sebagai berikut :
1. Tahap Visualisasi
Tingkat ini disebut juga tingkat pengenalan. Pada tingkat ini, siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan (wholistic). Pada tingkat ini siswa belum memperhatikan komponen-komponen dari masing-masing bangun. Dengan demikian, meskipun pada tingkat ini siswa sudah mengenal nama sesuatu bangun, siswa belum mengamati ciri-ciri dari bangun itu. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa tahu suatu bangun bernama persegipanjang, tetapi ia belum menyadari ciri-ciri bangun persegipanjang tersebut.
2. Tahap Analisis
Tingkat ini dikenal sebagai tingkat deskriptif. Pada tingkat ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-ciri dari masing-masing bangun. Dengan kata lain, pada tingkat ini siswa sudah terbiasa menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bangun dan mengamati sifat-sifat yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut
Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa suatu bangun merupakan persegipanjang karena bangun itu “mempunyai empat sisi, sisi-sisi yang berhadapan sejajar, dan semua sudutnya siku-siku”
3. Tahap Abstraksi
Tingkat ini disebut juga tingkat pengurutan atau tingkat relasional. Pada tingkat ini, siswa sudah bisa memahami hubungan antar ciri yang satu dengan ciri yang lain pada sesuatu bangun. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa jika pada suatu segiempat sisi-sisi yang berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan itu sama panjang. Di samping itu pada tingkat ini siswa sudahmemahami pelunya definisi untuk tiap-tiap bangun. Pada tahap ini, siswa juga sudah bisa memahami hubungan antara bangun yang satu dengan bangun yang lain. Misalnya pada tingkat ini siswa sudah bisa memahami bahwa setiap persegi adalah juga persegipanjang, karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegipanjang.

II. Measurement ( Pengukuran )
Pengukuran (measurement) adalah suatu proses memberikan satuan terhadap atribut suatu objek terukur yang memiliki system satuan tertentu yang telah menjadi kesepakatan.
Pembelajaran tentang pengukuran sejak usia anak 12 tahun memiliki tujuan yang mendasar, yaitu antara lain :
1. memahami dan mengenali bahwa suatu objek memiliki atribut.. Misalnya garis memiliki panjang, bidang memiliki panjang dan lebar, ruang memiliki panjang, lebar, dan tinggi, dan sebagainya.
2. memahami satuan dari setiap atribut suatu objek. Misalnya salah satu satuan panjang, lebar, atau tinggi adalah meter, Salah satu satuan berat adalah kiliogram.
3. anak mampu melakukan proses pengukuran dengan alat-alat yang sesuai dengan berbagai macam ketelitian dan angka penting.
4. menerapkan teknik pengukuran yang sesuai baik dengan alat maupun formula yang sesuai untuk mendapatkan hasil pengukuran baik secara eksak maupun taksiran.
Belajar tentang pengukuran pada kurikulum matematika sangat kompleks dan mendasar pada anak usia Sekolah Dasar karena dapat dipraktekkan langsung pada kehidupan sehari-hari. Belajar pengukuran juga sangat erat dengan studi lain seperti nomor, operasi, ide geometri, konsep statistik, dan tentang fungsi. Pengukuran adalah suatu nilai numeris atribut dari suatu objek. Pada sekolah menengah pengukuran lebih diarahkan pada ketelitian sehingga belajar juga digit signfikan dan angka penting.

III. Analisis Data dan Peluang
Pemahaman tentang statistik telah ditanamkan sejak usia dini dengan disesuaikan taraf berfikir anak. Pembelajaran tentang Analisis Data dan Peluang pada usia 12 tahun pada dasarnya memberdayakan potensi anak sehingga memiliki kemampuan antara lain :
1. merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang dapat ditunjukkan dengan data dan kumpulan data serta mengkoordinasi dan menunjukkan kesesuaian data untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi.
2. memilih dan menggunakan metode statistik yang sesuai atau tepat untuk menganalisa data.
3. membuat, mngembangkan dan mengevaluasi kesimpulan-kesimpulan dan perkiraan-perkiraan berdasarkan data yang diperoleh.
4. memahami dan menerapkan konsep dasar probabilitas (peluang). Contoh : Bahwa peluang suatu kejadian / peristiwa bisa tak mungkin terjadi ( 0 ) atau pasti terjadi ( 1 ).
Belajar Analisis Data dan Peluang juga sangat menyentuh pada praktek kehidupan sehari-hari. Banyak permasalahan kehidupan sehari-hari yang sangat erat dengan pengolahan statistik, misalnya menentukan rata-rata penghasilan yang diperoleh seorang pedagang di pasar dalam sebulan atau seorang petani dalam mentukan hasil panen dalam setahun, dan sebagainya.

BILANGAN DAN ALJABAR

Matematika merupakan ilmu universal, mempelajari struktur dalam dunia sebagai pola, bentuk, jumlah dan taksiran yang mendasari perkembangan teknologi modern dan mempunyai peran penting pada hampir semua disiplin ilmu dalam rangka memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan Matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan Matematika yang kuat sejak dini.
Pembelajaran matematika, yang dirumuskan oleh National Council of Teachers of Matematics atau NCTM (2000) menggariskan, bahwa siswa harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Dan standar Matematika Sekolah menurut versi NCTM meliputi : Data dan Peluang, Measurent, Algebra, Geometry dan Bilangan.
Tujuan pembelajaran Matematika dalam kurikulum di Indonesia menyiratkan dengan jelas tujuan yang ingin dicapai yaitu:
(1) Kemampuan pemecahan masalah (problem solving);
(2) Kemampuan berargumentasi(reasonning);
(3) Kemampuan berkomunikasi(communication);
(4) Kemampuan membuat koneksi (connection) dan
(5) Kemampuan representasi (representation).
Standar Isi tentang Bilangan menurut NCTM adalah sebagai berikut :
1. Memahami pengertian bilangan, cara menyajikan bilangan, hubungan antara bilangan-bilangan dan sistem bilangan.
Contoh : Siswa dapat membaca, membedakan dan menggunakan bilangan,dst.
2. Memahami pengertian operasi dan bagaimana hubungan antar operasi yang satu dengan operasi yang lain.
Contoh : Siswa dapat melakukan operasi penjumlahan, perkalian dan dapat menyatakan hubungan kedua operasi tersebut, dst.
3. Dapat menghitung dengan lancar dan terampil serta dapat membuat perkiraan/taksiran secara rasional/masuk akal.
Contoh : Siswa dapat menghitung dengan lancar dan memutuskan perhitungan tersebut harus tertulis, secara mental, dengan alat bantu (misal:kalkulator), atau dengan taksiran, dst.
Pada penulisan tugas ke-2 ini akan dibatasi hanya pada topik tentang standar Bilangan dan Aljabar menurut persepsi penulis. Bilangan dan Aljabar merupakan dua bidang dalam Matematika yang keduanya berkaitan. Namun demikian, pembahasan akan terbagi 2 (dua), yaitu yang pertama akan dibahas seputar tentang Bilangan, dan yang kedua akan dibicarakan tentang Aljabar.
I. BILANGAN
1. Perbedaan angka dan bilangan.
Angka adalah salah satu dari sekian banyak lambang atau simbol untuk melambangkan atau menyimbolkan dari suatu bilangan. Sedangkan bilangan adalah gagasan, konsep atau ide abstrak yang tak bisa tertangkap oleh indera manusia tetapi bersifat universal.
Contoh :
Simbol yang ditulis dengan 2 adalah angka dua, yang melambangkan atau salah satu simbol dari suatu bilangan 2. Bilangan 2 dapat juga dilambangkan atau disimbolkan dengan lambang/simbol lain, misalnya II atau // atau ** atau ♥♥, dan sebagainya.
Dengan demikian angka dan bilangan adalah dua hal yang berbeda tetapi berkaitan. Angka digunakan untuk melambangkan bilangan yang merupakan suatu entitas abstrak dalam Matematika.
2. Bagaimana dengan pengertian nomor ?
Kata nomor biasanya menunjuk satu atau lebih angka yang melambangkan sebuah bilangan bulat positif dalam suatu barisan bilangan-bilangan bulat positif yg berurutan. Misalnya kata ‘nomor 3′ menunjuk salah satu posisi urutan dalam barisan bilangan-bilangan 1, 2, 3, 4, …, dan seterusnya. Jadi kata nomor sangat erat terkait dengan pengertian ‘urutan’.
Dalam bahasa Inggris arti kata ‘angka’ lebih mendekati arti kata ‘digit’. Nampaknya belum ada kata dalam bahasa Indonesia yang merupakan terjemahan secara tepat dari ‘digit’. Dalam hal ini, sebuah atau beberapa angka lebih berperan sebagai lambang tertulis atau terketik dari sebuah bilangan. Sesuai dengan arti kata ‘digit’, lebih baik pengertian angka dibakukan dengan batasan agar hanya ada sepuluh angka yang berbeda: 0, 1, 2 …, 9.
Untuk memperjelas pengertian angka seperti diuraikan dalam paragraf terakhir, berikut diberikan dua contoh penggunaannya.
“Bilangan sepuluh ditulis dengan dua buah angka (double digits), yaitu angka 1 dan angka 0.”,
“Inflasi di Indonesia mencapai 3 angka (three digits)” (Maksudnya, inflasi di Indonesia sudah mencapai paling sedikit 100%, sebab bilangan 100 adalah bilangan dengan nilai terendah yang bisa ditulis dengan tiga angka).
3. Peranan bilangan.
Ada 3 (tiga) peranan bilangan pada pemakaian atau implementasi dalam kehidupan sehari-hari, yaitu :
a. Bilangan memiliki pengertian nominal.
Artinya bukan menyatakan banyaknya sesuatu sehingga tidak dapat dijumlahkan atau dioperasikan. Contoh : nomor rumah, nomor polisi mobil/motor, dan sebagainya. Kalaupun akan dijumlahkan boleh-boleh saja, tetapi tak punya makna apa-apa.
b. Bilangan memiliki pengertian kardinal.
Artinya menyatakan banyaknya suatu objek ( banyaknya anggota ), sehingga dapat dioperasikan.
Contoh : A memiliki 5 ekor sapi dan B memiiki 7 sapi. Dengan demikian A dan B memilik 12 ekor sapi.



c. Bilangan memiliki pengertian ordinal.
Artinya menyatakan urutan, sehingga tidak dapat dioperasikan. Contoh : Anak ke-5 dari 7 bersaudara. Kalaupun Anak ke-5 dan Anak ke-6 dapat dijumlahkan, tetapi tidak mempunyai makna apa-apa.
4. Jenis bilangan-bilangan sederhana
Ada berbagai jenis bilangan. Bilangan-bilangan yang paling dikenal adalah bilangan bulat 0, 1, -1, 2, -2, … dan bilangan-bilangan asli 1, 2, 3, …, keduanya sering digunakan untuk berhitung dalam aritmatika. Himpunan semua bilangan bulat dalam buku-buku teks aljabar biasanya dinyatakan dengan lambang Z dan sedangkan himpunan semua bilangan asli biasanya dinyatakan dengan lambang N.
Setiap bentuk rasio p/q antara dua bilangan bulat p dan bilangan bulat tak nol q disebut bilangan rasional atau pecahan. Himpunan semua bilangan rasional ditandai dengan Q.
5. Konsep Hingga Terhitung dan Tak Terhitung
Unsur-unsur ketiga himpunan N, Z dan Q di atas masih bisa ‘diurutkan’ (enumerated) tanpa ada satu pun yg tersisa atau tercecer. Himpunan berukuran tak hingga yang bisa diurutkan ini disebut himpunan terhitung (Inggris: countable atau denumerable).
Himpunan semua bilangan alami (real numbers), yaitu semua bilangan rasional digabung dengan semua bilangan tak rasional (atau irasional), dinyatakan dengan lambang R. Himpunan ini selain berukuran tak hingga, juga himpunan tak terhitung sebab bisa dibuktikan secara matematis, setiap usaha untuk mengurutkannya selalu gagal, karena menyisakan bilangan alami.
Fakta ini menjadi titik awal untuk membedakan dua konsep tak hingga dalam matematika: tak hingga terhitung dan tak hingga tak terhitung.
Untuk contoh bagaimana matematikawan mendefinisikan bilangan melalui berbagai aksioma, lihat struktur abstrak, bilangan asli atau universal.
Konsep bilangan-bilangan yang lebih umum dan lebih luas memerlukan pembahasan lebih jauh, bahkan kadang-kadang memerlukan kedalaman matematis dan logika untuk bisa memahami dan mendefinisikannya. Misalnya dalam teori matematika, himpunan semua bilangan rasional bisa dibangun secara bertahap, di awali dari himpunan bilangan-bilangan asli.
II. ALJABAR
1. Pengertian Aljabar
Aljabar (dari Bahasa Arab “al-jabr” yang berarti “pertemuan”, “hubungan” atau “perampungan”) adalah cabang matematika yang dapat dicirikan sebagai generalisasi dan perpanjangan aritmatika. Aljabar juga merupakan nama sebuah struktur aljabar abstrak, yaitu aljabar dalam sebuah bidang.
Aljabar (Algebra) adalah cabang matematika yang mempelajari struktur, hubungan dan kuantitas. Untuk mempelajari hal-hal ini dalam aljabar digunakan simbol (biasanya berupa huruf) untuk merepresentasikan bilangan secara umum sebagai sarana penyederhanaan dan alat bantu memecahkan masalah. Contohnya, x mewakili bilangan yang diketahui, dan y bilangan yang ingin diketahui. Sehingga bila Andi mempunyai x buah buku dan kemudian Budi mempunyai 3 buah buku lebih banyak daripada Andi, maka dalam aljabar, bila y menyatakan banyaknya buku Budi, dapat ditulis sebagai y = x + 3. Dengan menggunakan aljabar, Anda dapat menyelidiki pola aturan aturan bilangan umumnya. Aljabar dapat diasumsikan dengan cara memandang benda dari atas, sehingga kita dapat menemukan pola umumnya.
Aljabar dapat dipilah menjadi kategori berikut:
• Aljabar dasar, yang mencatat sifat-sifat operasi bilangan riil, menggunakan simbol sebagai “pengganti” untuk menandakan konstanta dan variabel, dan mempelajari aturan tentang ungkapan dan persamaan matematis yang melibatkan simbol-simbol tersebut.
• Aljabar abstrak, yang secara aksiomatis mendefinisikan dan menyelidiki struktur aljabar seperti kelompok matematika, cincin matematika dan matematika bidang.
• Aljabar linear, yang mempelajari sifat-sifat khusus ruang vektor (termasuk matriks).
• Aljabar universal, yang mempelajari sifat-sifat yang dimiliki semua struktur aljabar.
• Aljabar komputer, yang mengumpulkan manipulasi simbolis benda-benda matematis
Konsep aljabar, disadari atau tanpa disadari sebenarnya telah diajarkan sejak usia dini di TK, Play Group atau PAUD. Misalnya saat belajar sambil bermain/bernyanyi dengan diiringi ketukan di meja, kursi atau benda lain. Dengan memperhatikan urutan perulangan ketukan maka guru dapat menjelaskan konsep aljabar secara sederhana pada anak sesuai tingkat daya nalarnya.
Sedang konsep aljabar untuk anak seusia SD kelas V atau VI dapat pula diberikan contoh ilustrasi di kelas Matematika sebagai berikut :
”Bayangkan sebuah angka antara 1 sampai dengan 10,” perintah ibu guru
”Sudah!” jawab anak-anak setelah beberapa detik
Angka itu adalah sebagai kakak. Sekarang tentukan adiknya.”
”Apa itu adiknya?”
”Adiknya ya yang lebih kecil dari yang tadi!”
”Maksud loe…?”
”Ha..ha…ha…”
Tertawa riang mereka: antara ibu guru dan anak-anak. Permainan berhenti sejenak. Ibu guru memperkenalkan konsep adik dan kakak.
”Jika kamu memilih angka 5 sebagai kakak maka adiknya adalah 4. Karena 5 – 1 = 4. Mengerti, Anak-anak?”
”Mengerti, Bu….! He…he…he…”
”Kita ulangi permainannya. Bayangkan sebuah angka antara 1 sampai 10.”
”Sudah!” jawab anak-anak sambil berbisik-bisik antara mereka.
”Angka itu adalah kakak. Sekarang bayangkan adiknya!”
”Sudah!”
”Kakaknya kalikan dengan kakaknya!”
”Sudah!”
”Adiknya kalikan dengan adiknya!”
”Sudah!”
”Kurangkan hasil kakak kali kakak dengan adik kali adik!”
…. …. ….
Agak lama anak-anak berpikir. Tampak mereka berbisik-bisik. Mungkin mereka agak ragu-ragu dengan jawaban mereka. Mereka sambil buat coretan-coretan di tangan. Maklum di antara anak-anak itu, yang paling tua baru berusia 7 tahun.
”Hmm…lima belas!” kata salah satu dari mereka.
”Berarti… kakaknya adalah 8 dan adiknya adalah 7,” tebak ibunya.
”Kok tahu sih…?!” bisik anak-anak
Dari sinilah anak akan paham konsep aljabar dengan sendirinya, tentunya dengan bimbingan ibu guru.
2. Standar Isi tentang Aljabar menurut NCTM adalah sebagai berikut :
1. Siswa memahami pola-pola, hubungan, dan fungsi-fungsi yang menyusun pola-pola tersebut.
Contoh : Terdapat pola bilangan : 1, 3, 5, 7, 9, ... ,maka siswa dapat menentukan hubungan antar bilangan tersebut untuk menentukan fungsinya. Yaitu memiliki beda 2 dan bilangan ke-n = 2n-1. Dsb.
2. Siswa dapat menyajikan dan menganalisa situasi matematika dan struktur, dengan menggunakan simbol-simbol aljabar.
Contoh : Memformulasikan persoalan sehari-hari ke dalam kalimat matematika dengan menggunakan variabel dan parameter.
3. Siswa dapat menggunakan model-model matematika untuk dipresentasikan serta pemahaman hubungannya secara kuantitatif.
Contoh : Menyelesaikan/mencari solusi dari model matematika dan mencari hubungannya.
4. Siswa dapat menganalisa perubahan dalam konteks yang bermacam-macam.
Contoh : Sistem persamaan linear dengan sifat-sifatnya.
3. Pengertian Variabel atau Peubah.
Variabel berasal dari bahasa Inggris yaitu variable yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai ’peubah’(bukan perubah). Peubah dalam konteks Matematika harus bermakna suatu nilai, angka, atau bilangan. Misalnya : x menyatakan banyaknya sebuah buku, jadi 2x menyatakan 2 buah buku. Jadi di sini x artinya bukan pengganti buku ( konsep yang salah ), tetapi x menyatakan kardinalitas dari benda yang bernama buku.
Ada 2 (dua) peranan penting penggunaan ’peubah’, yaitu :
1. Peubah berperan untuk menyatakan sesuatu yang belum diketahui.
Contoh : x + 5 = 9 dengan x anggota himpunan bilangan asli, maka x di sini perperan sebagai peubah, yaitu sesuatu yang belum diketahui.
2. Peubah berperan untuk menyatakan sesuatu yang berubah-ubah.
Contoh : a – b = 10 dengan a dan b masing-masing anggota himpunan bilangan bulat, di sini a dan b berperan sebagai peubah, yaitu sesuatu yang nilainya dapat berubah-ubah.
4. Aljabar Elementer
Aljabar Elementer adalah bentuk paling dasar dari Aljabar, yang diajarkan pada siswa yang belum mempunyai pengetahuan Matematika apapun selain daripada Aritmatika Dasar. Meskipun seperti dalam Aritmatika, di mana bilangan dan operasi Aritmatika (seperti +, −, ×, ÷) muncul juga dalam Aljabar, tetapi disini bilangan seringkali hanya dinotasikan dengan simbol (seperti a, x, y dsb.). Hal ini sangat penting sebab: Hal ini mengijinkan kita menurunkan rumus umum dari aturan Aritmatika (seperti a + b = b + a untuk semua a dan b), dan selanjutnya merupakan langkah pertama untuk penelusuran yang sistematik terhadap sifat-sifat sistem bilangan riil.
Dengan menggunakan simbol, beralih menggunakan bilangan secara langsung, mengijinkan kita untuk membangun persamaan matematika yang mengandung variabel (peubah) yang tidak diketahui. Contoh : Carilah bilangan x yang memenuhi persamaan 3x + 1 = 10. Hal ini juga mengijinkan kita untuk membuat relasi fungsional dari rumus-rumus matematika tersebut. Contoh : Jika anda menjual x tiket, dan kemudian anda mendapat untung 3x - 10 rupiah, dapat dituliskan sebagai f(x) = 3x - 10, dimana f adalah fungsi, dan x adalah bilangan dimana fungsi f bekerja.